Keragaman
Keragaman budaya membuka wawasan
Oleh Mursyidah Auni
Dikala negeri telah merdeka, kebebasan berpikir dan bernalar pun menjadi acuan dan hak untuk dilakukan oleh siapa saja di negeri ini. Berpikir membuka wawasan dan menambah ilmu pagi setiap yang melakukannya. Tapi pernahkah kita menduga bahwa wawasan berpikir pun dapat diperoleh dengan mencari titik dengan bertemu dan berdiskusi kepada ahli pakarnya. Berpikir dengan menyatukan penjelasan langsung dari seorang yang ahli akan membawa dan menemukan titik jemu pada permasalahan pikiran yang belum bisa terpecahkan oleh kepala di saat membaca. Membaca adalah jendela dunia tapi tidak salah juga jika wawasan ditambah dengan cara pembuktian fakta dan mendengar langsung dari mereka yang bisa memecahkan maksud dari bacaan itu, memecahkan tujuan dari maksud buku tersebut.
Mungkin itulah ranah untuk bisa menjawab kegelisahan serta permasalahan yang terpikirkan tapi belum bisa menemukan titik terangnya. Di saat yang tepat keragaman itulah yang bisa menjawab maksud dari pertanyaan isi kepala, keragaman dapat mengajak kita tenggelam dengan suasana diskusi dengan nyaman serta mengikuti alur yang pokok.
Disaat yang bersamaan keragaman jua lah yang dapat menyatukan dengan menyatukan ide dengan mengadakan sesi tanya jawab dan dijawab dengan apik dan bijak oleh sang ahli pakar dan sang ahli pemikir. Iya keragaman pula membuka pikiran bahwa apapun tidak dapat disombongkan, jangan salah hanya karena berdiam diri sedari membaca bukunya, bisa saja buku yang dibaca membuat masalah tak bisa usai, dan semakin menimbulkan penasaran tapi itulah buku memang dibuat dengan indah dan bahasa penarik agar pembacanya berminat untuk membaca.
Yang saya herankan bahwa setelah berjalan mencari apa yang menjadi masalah yang harus dipecahkan, saya tertarik pada sebuah kisah dengan mereka yang ahli pakar itu tidak sombong dia lebih ramah dan menghargai keragaman, dari situlah saya mengambil kesimpulan bahwa sang ahli pakar dapat dikatakan ahli jika telah meneliti sejauh mana ia mendalami ilmu tersebut. Dan memang benar dia yang ditemui merupakan ahli pakar sejarah budaya, dia menjelaskan sejarah budaya dengan bijak dan menggoda dengan ciri khasnya membuat kami pendegar terhanyut dengan sejarah itu.
Betapa sombongnya diri bangga sekali dengan bekal ilmu yang masih sedikit, belum bisa menghargai keragaman, dan paling parahnya bangga menjadi pemuda pemudi Indonesia tapi tidak bisa menunjukkan akhlak dan perilaku yang mencerminkan sebagai pemuda dan generasi yang bisa membawa pada kebaikan dan kegemilangan.
Mereka yang telah mencari fakta, mencari tahu kevalidan ilmu dan keragaman yang didapatkan dengan baik tapi mereka bijak, bukan malah sombong atau ingin dikata dengan rendah hatinya merobek perlahan kesombongan jiwa kami yang bangga membawa nama negeri tercinta tanpa tahu bahwa negeri ini luas akan kergaman dan keindahan, negeri ini damai dengan keragamannya dan mereka saling mengahargai dengan keragaman itu, bukan yang sekarang malah bangga saling menyalahkan, mencaci seolah paling benar, dan paling parahnya sampai memutuskan persaudaraan hanya karena berbeda pendapat.
Ini membuka nalar berpikir saya bahwa ilmu didapat dengan cara membaca buku tapi ilmu itu pula menuntut saya untuk bisa dipertanggung jawabkan dengan bijak, ini menyadarkan saya membaca buku menambah wawasan tapi dilain itu pula saya terlalu asyik sampai lupa dan malas untuk bergerak dan mencari tahu faktanya, serta mengenal langsung ahli pakarnya. Ini menyadarkan saya bahwa mencari tahu akan membuat kita menjadi dekat dengan keragaman serta bisa tahu seberapa hebatnya ahli pakar tersebut tanpa harus menyombongkan diri dan menyalahkan pakar yang lain. Ini membuat saya sadar bahwa ilmu bisa saja didapatkan dimana saja, di kelas, di buku, di rumah, di perpustakaan, atau tempat yang tak terduga sekalipun. Tempat yang tak perlu mewah tapi dapat membuat akal pikiran menjadi sehat untuk digunakan sebagaimana mestinya. Bukan bangga yang hanya tahu satu kata atau beberapa lembar dari buku yang di baca lalu menyalahkan orang lain. Sehingga dari saling menyalahkan itulah membuat kita lupa dengan keragaman untuk berpegang erat dan saling mencintai untuk negeri ini.
Kita memang berbeda pendapat tapi dari perbedaan bukan alasan untuk bercerai, dari keragaman itulah kita bersatu menemukan ide dan menjalankan diskusi dengan penguat argumen dari referensi buku, buku di jadikan acuan menambah wawasan dan sebagai referensi pengetahuan bukan dijadikan untuk menyalahkan apalagi untuk membenci orang lain.
Ini pun membuka kesadaran saya yang terlalu asyik dengan keindahan alam, budaya, agama tapi lupa bagaimana asal mulanya. Bukan hanya sekedar melihat keragaman itu langsung menjudge untuk disalahkan tapi dari peristiwa itulah saya belajar untuk menghargai satu sama lain. Berilmu memang adalah orang hebat tapi berilmu serta tahu menghargai dan menjaga akhlak antar sesama maka itu jauh lebih hebat.
#salamdamai
#Indonesiakita
#salamliterasi
#bloggermahasiswaindonesia
Komentar
Posting Komentar