Jiwa Meronta


Jiwaku Meronta

Oleh Mursyidah Auni


Sudah beberapa bulan lamanya stay home, saat pemerintah mengambil kebijakan sosial distancing 2 minggu diawal munculnya pandemi covid-19 di Indonesia. Saat itu saya berada di kota dimana saya melanjutkan sekolah perguruan tinggi, saya satu kos kebetulan dengan sepupu dan teman saya adalah satu kampung saya, sepupu yang akhirnya memutuskan untuk pulang kekampung halaman dengan memanfaatkan 2 minggu itu, mau tidak mau saya tetap ikut pulang karena saya akan sendiri dikos kalau tidak ikut apalagi keadaan sudah mulai mencekam saat itu. Yah kami tidak seberuntung mereka yang dapat melanjutkan universitas di luar negeri atau di luar kota, kami kuliah di provinsi sendiri yang hanya berkisar jarak 6 jam dari kampung halaman. 

Saat itu hati saya sedikit tidak menerima untuk pulang, apa ini saya belum sempat bertemu dengan teman setidaknya mengucapkan selamat berpisah 2 minggu pun belum terucap, saat itu pula dimana tugas kuliah lagi numpuk. Saat pulang pun saya menyempatkan mencatat tugas saya di atas mobil. Begitu mendadaknya peristiwa sosial distancing itu. Mau tidak mau saya tetap mengerjakan namanya juga tugas. 

Saat perjalanan pulang teman-teman saya menghubungi saya, kamu dimana masih di kos kan? Saya cuma menjawab iya, hanya 2 orang teman yang tahu saya pulang kekampung halaman saya. Mereka sebagian mengirimkan pesan di wa dan mesengger tapi saya tidak dapat membalasnya yah karena jaringan di perjalanan tidak mendukung untuk membalas chat mereka. Aduh ingin rasanya membalas chat mereka tapi apalah daya lagi-lagi jaringan ini membuat kepala saya pusing. Di tambah tugas dan perjalanan pulang. Mereka mengirimkan pesan menayakan tugas, yah mereka mengirim pesan seperti biasanya menganggap bahwa saya seperti biasa langsung membalas pesan-pesan mereka. Mereka menganggap saya masih dikos saya, diantara dari satu kelas kami, cuma 2 orang saja yang kampungnya jauh dari kota pendidikan itu, yah salah satunya saya. Kota itu mendapat julukan kota pendidikan di provinsi saya, alhamdulillah ternyata provinsi saya memiliki satu kota yang dijuluki kota pendidikan dan saya harus bangga bisa kuliah disana. 

Saat itu hati saya tidak karuan lagi, hati masih tertinggal di kos walau raga ini sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang. Yang paling membuat saya sedikit kesal adalah saya terjebak dikampung halaman dan baju pun cuma beberapa yang terbawa dan kos kami tidak sempat dirapikan karena perkiraan hanya 2 minggu, kayaknya kita perlu ambil hikmah walau hanya sebentar, kos harus tetap dirapikan walau tidak kotor-kotor banget sih, dan cas hp juga ketinggalan padahal itu adalah salah satu benda yang harus selalu ada, yah mungkin terlalu mendadak jadi tidak sempat untuk di ingat.

Bagaimana ini, akhirnya sampa ramadhan kami terjebak dan tidak bisa kemana-mana, ingin kembali pun tidak mungkin lagi perbatasan telah diawasi ketat, dan ditakutkannya malah virus ini akan ditemui saat perjalanan kembali nanti. Sudahlah kami perlu mensyukuri pula bahwasanya mereka yang ingin pulang bagaiamana? Mereka yang masih terjebak dikota apa kabar? Mareka yang tidak dapat mudik begaimana nasib mereka? Mereka rindu juga dengan keluarga dan kampung halamannya. Iya disisi lain kita harus melihat sisi positif dari kejadian dan peristiwa yang terjadi, jangan negatif terus.


Yah itulah peristiwa yang membuat jiwaku meronta, saat ini pun saya masih begitu. Bagaimana tidak, saat tahun sebelumnya kita bisa bukber bersama mereka teman-teman, tahun sebelumnya remaja yang selalu disibukkan dengan kegiatan remaja masjid seperti nuzulu qur'an, tahun ini sangat berbeda tak ada lagi kegiatan seperti itu, acara ngabuburit, bukber, dan tadurrusan ramai-ramai di masjid semuanya di tiadakan. Sepertinya bukan cuma jiwa saya yang meronta tetapi semua merasakan pandemi ini. Sudahlah jangan kau tangisi peristiwa ini terimalah dengan hati lapang, semua ada hikmahnya, Allah sedang menguji kita, Allah sedang mengajari kita dan kita harus muhasabah diri. Tetap semangat, jangan suka ngeluh, hehe. Nyatanya saya sendiri suka ngeluh. Ayolah kita saling menguatkan kayak hubungan harus selalu dikuatkan. Hubungan apa dulu? Hubungan itu banyak, hubungan dengan teman, orang tua, pencipta dan kamu. Jadi semuanya perlu dikuatkan tapi jangan menguatkan hubungan yang belum pasti dan halal yah. 

Sabar jiwaku, bumi sedang istirahat. Kita harus sadar walau apapun itu Allah akan tetap mendatangkan hal terindah untuk kita. Mungkin semua butuh proses untuk melihat dan merasakan keindahan itu, mungkin sedikit bersabar bahwa semua akan baik dan indah di masanya. Perlu saja kita menghargai peristiwanya. Dan saatnya yang nggak pernah luangkan waktu untuk keluarga, habiskanlah waktu kepada mereka, kalau kemarin sibuk karena mondar mandir kantor dan bersekolah sekarang Allah memberi kenikmatan belajar dan kerja dirumah aja biar puasanya nggak batal. Walau tugasnya sangat banyak. Pasti tetap ada hal positif dari peristiwa ini. 

Kuatkan jiwaku dan akan kukuatkan jiwamu, sama-sama menguatkanlah kita. Biar semuanya dapat dilalui dengan terasa ringan. 


Sabar
Stay home
Lekas sembuh bumiku...

Goresan penaku




Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer